gaya dan bahasa pidato

GAYA DAN BAHASA PIDATO DI DEPAN UMUM

 

Gaya Lisan

 

Gaya lisan merupakan kualitas berbicara yang jelas dibedakan dengan bahasa tulisan.  Susunan kata dan tata bahasa yang Anda gunakan tidak dapat berbicara persis seperti yang Anda tulis. Berdasarkan pengamatan sejumlah tulisan dan pengamatan dari ebebrapa peneiti, De Vito (1965, 1990a) menyatakan bahwa pada umumnya  bahasa lisan terdiri dari kata-kata yang lebih sederhana, lebih pendek, dan lebih populer daripada kata-kata dalam bahasa tulisan. Bahasa lisan mengandung sejumlah besar istilah referensi sendiri, ungkapan, istilah yang kuantitatif semu (misalnya banyak, sangat, berbagai, sejumlah), lebih banyak mengandung pernyataan yang menyatukan pembicara sebagai bagian dari pengamatan, dan lebih banyak menggunakan kata benda daripada kata keterangan. Sebagaian besar gaya berbicara ini harus dipertahankan di dalam pembicaran di depan umum, namun harus diberikan polesan gaya yang diperkirakan cocok untuk keperluan bericara dan paling efektif dalam mengomunikasikan maksud kepada khalayak pendengar.

 

Berikut ini pedoman dalam menyusun pidato dalam rangka menghasilkan gaya lisan yang memperhatikan kesempurnaan dan persuasif:

 

1.       kita bicarakan dahulu bagaimana memilih kata untuk mencapai gaya pidato yang efektif.

 

2.       kita akan mengupas beberapa saran dalam menyusunm gaya kalimat yang memberikan kejelasan dan penguatan.

 

 

 

Pilihan Kata

 

Dalam berpidato hendaklah memilih kata dengan seksama yang lebih menguraikan, lebih gamblang, lebih sesuai, lebih personal, dan lebih menguatkan.

 

Uraian dalam gaya bericara harus merupakan tujuan utama dalam berpidato. Berikut pedoman untuk membuat pembicaran yang lebih jelas.

yang ringkas, contoh warnanya biru, pukul 21.00 malam hari

gunakan istilah dan angka spesifik, contoh lebih baik katakan anjing daripada makhluk hidup

gunakan ungkapan yang memandu contoh pendapat saya berikutnya adalah …, coba kita perhatikan bagaimana cara.

gunakan istilah pendek, populer, dan umum, contoh lebih baik mengatakan menggali daripada mengorek keterangan

gunakan ulangan dan ringkasan internal

yang gamblang

gunakan kata kerja aktif, contoh lebih baik manajemen menemui kita besok daripada manajemen akan berada di sini besok.

gunakan teknik berpidato, perhatikan aliterasi, hiperbola, metafora, metonimi, personifikasi, pertanyan retorik, dan simile

gunakan indera, rangsang indera perasaan khalayak

indera penglihatan, dalam menguraikan obyek ciptakan bayangan seolah-olah khalayak melihatnya mulai visualisasi tinggi, berat, warna, berntuk, besaran

indera pendengaran, rangsang khalayak untuk menguraikan bunyi, misal angin mendesisi, teriakan guru

indera perasa, gunakan istilah yang merangsang perasaan pendengar, misal halusnya kulit bayi yang baru lahir, kasarnya kertas ampelas

kesesuaian, mengikuti pedoman untuk membantu memilih bahasa yang sesuai

berbicara pada formalitas yang sesuai, misalnya ucapkan takkan daripada tidak akan

hindari kata asing, jargon, kata teknis, dan singkatan. Memang beberapa singkatan tak asing bagi pendengar, namun harus hati-hati karena tidak semua pendengar paham. Oleh sebab itu, penggunaan singkatan harus diikuti oleh penjelasan artinya.

hindari siang dan ungkapan vulgar, tidak boleh menyinggung perasaan pendengar

hindari istilah dan ungkapan yang ofensif, misal lebih baik menyebut pemain drama daripada dramawan

gaya personal, lebih baik pembicara yang bericara dengan mereka daripada berbicara kepada mereka

gunakan kata ganti orang, misal lebih baik ia, saya, anda daripada seseorang

pertanyaan langsung ke khalayak, mengajak pendengar untuk menjadi bagian acara dari pembicaraan

ciptakan kesiapan, lebih baik mengatakan Anda akan menyukai membaca… daripada Setiaporabg akan menyukai membaca…

penguatan, dengan mengendalikan perhatian, pikiran dan perasaan khalayak, dengan bahasa yang menguatkan

hilangkan yang melemahkan, misalnya rasanya, menurut pendapat saya

hindari kata umum dan klise, misalkan saya tidak mengetahui seni modern, tetapi saya tahu apa yang saya sukai atau ungkapan klise seperti manis seperti madu

mainkan intensitas suara dengan derajat inetnsitas gaya yang berbeda-beda untuk menciptakan suasana yang mendalam

 

 

 

Pembentukan Kalimat

 

Pidato yang efektif memerlukan perhatian khusus dalam pembentukan kalimat. Berikut ini beberapa pedomannya.

pilih kalimat pendek

pilih kalimat langsung, misalnya lebih baik mengatakan Kita tidak usah menerima rancangan … saya tunjukkan kepada Anda tiga alasan daripada Saya ingin memberitahu Anda mengenai tiga alasan mengapa kita tidak perlu menerima rancangan …

pilih kalimat aktif, lebih baik mengatakan Manajemen menyetujui proposal itu daripada Proposalnya disetujui oleh manajemen

gunakan kalimat yang positif, lebih baik mengatakan kami menolak proposal itu daripada kami tidak menerima proposal itu

variasi jenis dan panjang kalimat.Kalimat harus pendek, langsung, aktif, dan positif memang benar, namun terlalu banyak kalimat yang jenis dan panjangnya sama akan terasa membosankan. Gunakan variasi dalam pembentukan kalimat sementaras dengan tetap memperhatikan pedoman umum di atas.

 

 

 

Rangkuman dari DeVito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antarmanusia. Jakarta: Professional Books

Pengertian Sastra

PENGERTIAN, FUNGSI, DAN RAGAM SASTRA

Maret 9, 2009 — Wahidin

A. Pengertian Sastra
Kesusastraan : susastra + ke – an
su + sastra
su berarti indah atau baik
sastra berarti lukisan atau karangan

Susastra berarti karangan atau lukisan yang baik dan indah.
Kesusastraan berarti segala tulisan atau karangan yang mengandung nilai-nilai kebaikan yang ditulis dengan bahasa yang indah.

B. Fungsi Sastra
Dalam kehidupan masayarakat sastra mempunyai beberapa fungsi yaitu :
1. Fungsi rekreatif, yaitu sastra dapat memberikan hiburan yang menyenangkan bagi penikmat atau pembacanya.
2. Fungsi didaktif, yaitu sastra mampu mengarahkan atau mendidik pembacanya karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung didalamnya.
3. Fungsi estetis, yaitu sastra mampu memberikan keindahan bagi penikmat/pembacanya karena sifat keindahannya.
4. Fungsi moralitas, yaitu sastra mampu memberikan pengetahuan kepada pembaca/peminatnya sehingga tahu moral yang baik dan buruk, karena sastra yang baik selalu mengandung moral yang tinggi.
5. Fungsi religius, yaitu sastra pun menghasilkan karya-karya yang mengandung ajaran agama yang dapat diteladani para penikmat/pembaca sastra.

C. Ragam Sastra
1. Dilihat dari bentuknya, sastra terdiri atas 4 bentuk, yaitu :

a) Prosa, bentuk sastra yang diuraikan menggunakan bahasa bebas dan panjang tidak terikat oleh aturan-aturan seperti dalam puisi.
b) Puisi, bentuk sastra yang diuraikan dengan menggunakan habasa yang singkat dan padat serta indah. Untuk puisi lama, selalu terikat oleh kaidah atau aturan tertentu, yaitu :

(1) Jumlah baris tiap-tiap baitnya,
(2) Jumlah suku kata atau kata dalam tiap-tiap kalimat atau barisnya,
(3) Irama, dan
(4) Persamaan bunyi kata.
c) Prosa liris, bentuk sastra yang disajikan seperti bentuk puisi namun menggunakan bahasa yang bebas terurai seperti pada prosa.
d) Drama, yaitu bentuk sastra yang dilukiskan dengan menggunakan bahasa yang bebas dan panjang, serta disajikan menggunakan dialog atau monolog. Drama ada dua pengertian, yaitu drama dalam bentuk naskah dan drama yang dipentaskan.

2. Dilihat dari isinya, sastra terdiri atas 4 macam, yaitu :

a) Epik, karangan yang melukiskan sesuatu secara obyektif tanpa mengikutkan pikiran dan perasaan pribadi pengarang.
b) Lirik, karangan yang berisi curahan perasaan pengarang secara subyektif.
c) Didaktif, karya sastra yang isinya mendidik penikmat/pembaca tentang masalah moral, tatakrama, masalah agama, dll.
d) Dramatik, karya sastra yang isinya melukiskan sesuatu kejadian(baik atau buruk) denan pelukisan yang berlebih-lebihan.

3. Dilihat dari sejarahnya, sastra terdiri dari 3 bagian, yaitu :
a) Kesusastraan Lama, kesusastraan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat lama dalam sejarah bangsa Indonesia. Kesusastraan Lama Indonesia dibagi menjadi :

(1) Kesusastraan zaman purba,
(2) Kesusastraan zaman Hindu Budha,
(3) Kesusastraan zaman Islam, dan
(4) Kesusastraan zaman Arab – Melayu.

b) Kesusastraan Peralihan, kesusastraan yang hidup di zaman Abdullah bin Abdulkadir Munsyi. Karya-karya Abdullah bin Abdulkadir Munsyi ialah :
(1) Hikayat Abdullah
(2) Syair Singapura Dimakan Api
(3) Kisah Pelayaran Abdullah ke Negeri Jeddah
(4) Syair Abdul Muluk, dll.

c) Kesusastraan Baru, kesusastraan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat baru Indonesia. Kesusastraan Baru mencangkup kesusastraan pada Zaman :
(1) Balai Pustaka / Angkatan ‘20
(2) Pujangga Baru / Angkatan ‘30
(3) Jepang
(4) Angkatan ‘45
(5) Angkatan ‘66
(6) Mutakhir / Kesusastraan setelah tahun 1966 sampai sekarang

D. Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik
Karya sastra disusun oleh dua unsur yang menyusunnya. Dua unsur yang dimaksud ialah unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur suatu karya sastra, seperti : tema, tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran, latae dan pelataran, dan pusat pengisahan. Sedangkan unsur ekstrinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari luarnya menyangkut aspek sosiologi, psikologi, dan lain-lain.

1. Unsur Intrinsik
a) Tema dan Amanat
Tema ialah persoalan yang menduduki tempat utama dalam karya sastra. Tema mayor ialah tema yang sangat menonjol dan menjadi persoalan. Tema minor ialah tema yang tidak menonjol.
Amanat ialah pemecahan yang diberikan oleh pengarang bagi persoalan di dalam karya sastra. Amanat biasa disebut makna. Makna dibedakan menjadi makna niatan dan makna muatan. Makna niatan ialah makna yang diniatkan oleh pengarang bagi karya sastra yang ditulisnya. Makna muatan ialah makana yang termuat dalam karya sastra tersebut.

b) Tokoh dan Penokohan
Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Dalam karya sastra biasanya ada beberapa tokoh, namun biasanya hanya ada satu tokoh utama. Tokoh utama ialah tokoh yang sangat penting dalam mengambil peranan dalam karya sastra. Dua jenis tokoh adalah tokoh datar (flash character) dan tokoh bulat (round character).
Tokoh datar ialah tokoh yang hanya menunjukkan satu segi, misalny6a baik saja atau buruk saja. Sejak awal sampai akhir cerita tokoh yang jahat akan tetap jahat. Tokoh bulat adalah tokoh yang menunjukkan berbagai segi baik buruknya, kelebihan dan kelemahannya. Jadi ada perkembangan yang terjadi pada tokoh ini. Dari segi kejiwaan dikenal ada tokoh introvert dan ekstrovert. Tokoh introvert ialah pribadi tokoh tersebut yang ditentukan oleh ketidaksadarannya. Tokoh ekstrovert ialah pribadi tokoh tersebut yang ditentukan oleh kesadarannya. Dalam karya sastra dikenal pula tokoh protagonis dan antagonis. Protagonis ialah tokoh yang disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya. Antagonis ialah tokoh yang tidak disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya.
Penokohan atau perwatakan ialah teknik atau cara-cara menampilkan tokoh. Ada beberapa cara menampilkan tokoh. Cara analitik, ialah cara penampilan tokoh secara langsung melalui uraian pengarang. Jadi pengarang menguraikan ciri-ciri tokoh tersebut secara langsung. Cara dramatik, ialah cara menampilkan tokoh tidak secara langsung tetapi melalui gambaran ucapan, perbuatan, dan komentar atau penilaian pelaku atau tokoh dalam suatu cerita.
Dialog ialah cakapan antara seorang tokoh dengan banyak tokoh.
Dualog ialah cakapan antara dua tokoh saja.
Monolog ialah cakapan batin terhadap kejadian lampau dan yang sedang terjadi.
Solilokui ialah bentuk cakapan batin terhadap peristiwa yang akan terjadi.

c) Alur dan Pengaluran
Alur disebut juga plot, yaitu rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi satu kesatuan yang padu bulat dan utuh. Alur terdiri atas beberapa bagian :
(1) Awal, yaitu pengarang mulai memperkenalkan tokoh-tokohnya.
(2) Tikaian, yaitu terjadi konflik di antara tokoh-tokoh pelaku.
(3) Gawatan atau rumitan, yaitu konflik tokoh-tokoh semakin seru.
(4) Puncak, yaitu saat puncak konflik di antara tokoh-tokohnya.
(5) Leraian, yaitu saat peristiwa konflik semakin reda dan perkembangan alur mulai terungkap.
(6) Akhir, yaitu seluruh peristiwa atau konflik telah terselesaikan.

Pengaluran, yaitu teknik atau cara-cara menampilkan alur. Menurut kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi alur erat dan alur longggar. Alur erat ialah alur yang tidak memungkinkan adanya pencabangan cerita. Alur longgar adalah alur yang memungkinkan adanya pencabangan cerita. Menurut kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi alur tunggal dan alur ganda. Alur tunggal ialah alur yang hanya satu dalam karya sastra. Alur ganda ialah alur yang lebih dari satu dalam karya sastra. Dari segi urutan waktu, pengaluran dibedakan kedalam alur lurus dan tidak lurus. Alur lurus ialah alur yang melukiskan peristiwa-peristiwa berurutan dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus ialah alur yang melukiskan tidak urut dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus bisa menggunakan gerak balik (backtracking), sorot balik (flashback), atau campauran keduanya.

d) Latar dan Pelataran
Latar disebut juga setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra. Latar atau setting dibedakan menjadi latar material dan sosial. Latar material ialah lukisan latar belakang alam atau lingkungan di mana tokoh tersebut berada. Latar sosial, ialah lukisan tatakrama tingkah laku, adat dan pandangan hidup. Sedangkan pelataran ialah teknik atau cara-cara menampilkan latar.

e) Pusat Pengisahan
Pusat pengisahan ialah dari mana suatu cerita dikisahkan oleh pencerita. Pencerita di sini adalah privbadi yang diciptakan pengarang untuk menyampaikan cerita. Paling tidak ada dua pusat pengisahan yaitu pencerita sebagai orang pertama dan pencerita sebagai orang ketiga. Sebagai orang pertama, pencerita duduk dan terlibat dalam cerita tersebut, biasanya sebagai aku dalam tokoh cerita. Sebagai orang ketiga, pencerita tidak terlibat dalam cerita tersebut tetapi ia duduk sebagai seorang pengamat atau dalang yang serba tahu.

2. Unsur Ekstrinsik
Tidak ada sebuah karya sastra yang tumbuh otonom, tetapi selalu pasti berhubungan secara ekstrinsik dengan luar sastra, dengan sejumlah faktor kemasyarakatan seperti tradisi sastra, kebudayaan lingkungan, pembaca sastra, serta kejiwaan mereka. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa unsur ekstrinsik ialah unsur yang membentuk karya sastra dari luar sastra itu sendiri. Untuk melakukan pendekatan terhadap unsur ekstrinsik, diperlukan bantuan ilmu-ilmu kerabat seperti sosiologi, psikologi, filsafat, dan lain-lain.

Ditulis dalam Makalah Jurusan Bahasa, makalah bahasa indonesia

Gaya Bahasa

GAYA BAHASA (MAJAS)

  1. A. GAYA BAHASA (GB) PENEGASAN
  1. Inversi

GB. yang diwujudkan dalam kalimat yang predikatnya terletak di depan subjek. Hal ini disengaja untuk memberikan ketegasan.

  • Tertawa ia setelah dibelikan baju baru.
  1. Retoris

GB. yang diwujudkan dalam kalimat Tanya tetapi sebenarnya tidak bertanya.

  • Itukah bukti janji yang engkau ucapkan.
  1. Koreksio

GB. yang menggunakan kata-kata pembetulan untuk mengoreksi kata yang dianggap salah, baik disengaja atau tidak.

  • Setelah acara ini selesai, silakan saudara-saudara pulang, eh maaf, silakan saudara-saudara mencicipi hidangan yang telah disediakan.
  1. Repetisi

GB. penegasan yang mengulang-ulang suatu kata berturut-turut dalam satu wacana.

  • Sekali merdeka, tetap merdek!.
  1. Paralelisme

GB. pengulangan seperti repetisi yang khusus terdapat dalam puisi.

Paralelisme dibagi menjadi dua:

a. Anafora, apabila kata yang diulang terdapat pada awal kalimat atau sanjak.

  • sunyi itu duka

sunyi itu kudus

sunyi itu lupa

sunyi itu lampus

b. Epifora, apabila kata yang diulang terdapat pada akhir kalimat atau sanjak.

  • Oh ibu

Yang kurindu adalah kasihmu

Yang kudamba adalah kasihmu

Aku ingin selalu bermanja dengan kasihmu

  1. Enumerasio

GB. penegasan yang menyebutkan beberapa hal yang saling berkaitan membentuk satu kesatuan, dan satu persatu dari tiap-tiap hal tersebut memperoleh tekanan sehingga tampak jelas.

  • Apa yang engkau harapkan dari saya ini, saya orang miskin, yang jelas tidak disenangi orang kampung, yang tidak punya tempat tinggal.
  1. Klimaks

GB. penegasan yang menyatakan beberapa hal berturut-turut makin lama makin tinggi tingkatannya.

  • Di desa-desa, di kota-kota sampai ke ibu kota, hari proklamasi dirayakan dengan meriah.
  1. Antiklimaks

GB. penegasan yang menyatakan beberapa hal berturut-turut makin lama makin turun tingkatannya.

  • Jangankan sejuta, seribu, seratus pun tak mau aku memberikan uang itu kepadamu.
  1. Asindeton

GB. penegasan yang menyebutkan beberapa hal berturut-turut tanpa menggunakan kata penghubung.

  • Buku tulis, buku bacaan, majalah, Koran, alat-alat kantor semua dapat Anda beli di toko itu.
  1. Polisindeton

GB. penegasan yang menyebutkan beberapa hal dengan menggunakan kata penghubung.

  • Piring dan gelas serta sedok yang kotor harus segera dicuci.
  1. Pleonasme

GB. penegasan yang menggunakan kata-kata yang sebenarnya tidak perlu, karena makna kata tersebut telah terkandung dalam kata yang diterangkan.

  • Ia tidak ingin turun ke bawah.
  1. Tautologi

GB. penegasan yang mempergunakan beberapa kata bersinonim.

  • Kehendak, cita-cita, dan harapanmu itu akan tercapai jika kamu mau berusaha keras.
  1. Praterito

GB penegasan dengan menyembunyikan sesuatu, seolah-olah menyuruh pembaca atau pendengar menerka apa apa yag disembunyikan. Pembicara merahasiakan sesuatu karena yakin bahwa lawan bicaranya akan mengerti maksudnya walaupun tidak diungkapkan secara jelas.

  • Bagaimana cantiknya gadis itu tak perlu saya ceritakan kepadamu. Pendeknya wah! Dan teman-teman pria di kelasnya begitu tergila-gila padanya.
  1. Elipsis

GB yang diwujudkan dalam kalimat elips (kalimat tak lengkap) yaitu kalimat yang predikat atau subjeknya dilesapkan karena dianggap sudah diketahui atau dimengerti oleh lawan bicaranya.

  • “Ali!” à maksudnya supaya Ali berhenti merebut
  • Saya khawatir, jangan-jangan dia …” à kata-katany tidak diteruskan.
  1. Interupsi

GB. penegasan yang mempergunakan kata-kata atau frase yang disisipkan di antara kalimat pokok dan diapit tanda koma (,) dengan maksud untuk menjelaskan sesuatu dalam kalimat.

  • Saya, kalau bukan karena terpaksa, tak mau bertemu dengan dia lagi.
  • Dia, orang yang selama ini tidak kusenangi, tiba-tiba saja berubah sikap, amat baik dan sopan.
  1. Ekslamasio

GB. yang di dalamnya memakai kata seru. Kata seru seperti: wah, amboi, awas, aduh, astaga, oh.

  • Aduh, mana tahan!
  • Awas, ada anjing galak.
  1. B. GAYA BAHASA PERBANDINGAN
  1. Tropen

GB. yang mempergunakan kata-kata yang maknanya sejajar dengan pengertian yang dimaksudkan.

  • Bapak Presiden terbang ke London tadi pagi.
  • Ia menjual suaranya untuk membiayai uang kuliah.
  1. Simbolik

GB. kiasan yang membandingkan Sesuatu dengan benda-benda lain sebagai simbol atau lambang. Simbol itu bisa berupa (nama) benda, (nama) binatang atau (nama) tumbuh-tumbuhan dan arti symbol itu sudah diketahui oleh umum.

  • Hati-hatilah, dia itu buaya darat.
  1. Antonomasia

GB. yang mempergunakan kata-kata tertentu untuk menggantikan nama seseorang. Kata-kata itu diambil dari sifat-sifat atau ciri-ciri yang menonjol yang dimiliki oleh orang yang dimaksud, atau bisa juga gelar atau jabatan yang melekat pada orang tersebut.

  • Yang Mulia tidak bisa hadir pada acara itu.
  1. Alusio

GB. perbandingan yang mempergunakan ungkapan-ungkapan, peribahasa, atau sampiran pantun yang sudah lazim dipergunakan orang.

  • Ya terpaksa, tidak ada rotan akar pun jadilah.
  • Aku sudah tahu. Dan semuanya sudah jelas. Maka jangan lagi berlagak kura-kura dalam perahu.
  1. Eufemisme

GB. perbandingan yang menggunakan kata-kata atau ungkapan yang diperhalus agar tidak menyinggung perasaan orang.

  • Harga BBM akan disesuaikan lagi
  • Karena banyak masalah yang dipikirkannya akhirnya ia menderita sakit ingatan.
  1. Litotes

GB perbandingan yang memperendah derajat sesuatu dari keadaan sebenarnya, atau menggunakan kata-kata yang artinya berlawanan dari arti yang dimaksud untuk merendahkan diri.

  • Terimalah baju jelek ini sebagai kenang-kenangan. (baju bagus)
  • Saya bekerja mecari sesuap nasi.
  1. Hiperbola

GB yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan dengan membesar-besarkan sesuatu hal dari yang sesungguhnya.

  • Hampir meledak dadaku menahan amarah.
  • Air matanya mengalir menganak sungai.
  1. Perifrasis

GB yang menggunakan kata-kata lebih banyak dari yang diperlukan. Kata yang berlebihan itu sebenarnya dapat diganti dengan satu kata saja.

  • Ia telah beristirahat dengan damai (meninggal)
  1. Personifikasi

GB yang menggambarkan benda-benda mati atau (barang-barang yang tidak bernyawa) seolah-olah memiliki sifat-sifat manusia, dapat berlaku, bertindak, berpikir, merasa, dan berbicara seperti manusia.

  • Angin malam membelai wajahnya yang ayu.
  1. Sinekdok

GB yang menyebutkan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan atau menyebutkan keseluruhan untuk menyatakan sebagian.

GB sinekdok dibagi dua yaitu:

  1. Pars pro toto ialah sebagian untuk seluruh.
  • Setiap kepala dikenakan sumbangan Rp 5000,00
  1. Totem pro parte ialah seluruh untuk sebagian.
  • Indonesia mengalahkan Cina dengan kedudukan 15:3 dalam pertandingan bulutangkis semalam.
  1. Metonemia

GB penamaan terhadap suatu benda yang mempergunakan nama pabrik, merek dagang, nama penemu, nama jenis, dll.

  • Kami pulang pergi naik kijang
  1. Alegori

GB bercerita yang mengandung kiasan. Bentuk kiasan ini membandingkan manusia dengan gejala alam.

  • Hidup ini lautan. Kadang pasang naik, kadang pasang surut. Belum lagi badai topan melanda tanpa berita. Berhati-hatilah mengarungi lautan ini.
  1. Metafora

GB sejenis analogi yang membandingkan dua hal baik secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk yang singkat. Perbandingan ini tidak mempergunakan kata: seperti, bak, bagai, bagaikan, dst.

  • Buah hatinya telah pergi untuk selamanya
  1. Simile

GB perbadingan eksplisit (langsung) menyatakan sesuatu sama dengan yang lain. Biasanya menggunakan kata perbandingan: seperti, bak, laksana, bagaikan, dst.

  • Bibirnya bak delima merekah.
  1. C. GAYA BAHASA PERTENTANGAN
  1. Paradoks

GB pertentangan yang mengandung dua pernyataan yang membentuk satu kalimat, sehingga sepintas lalu tidak masuk akal.

  • Dia selalu merasa sepi di kantor yang ramai ini.
  1. Antitesis

GB pertentangan yang menggunakan paduan kata-kata yang artinya bertentangan.

  • Suka duka, susah gembira akan kita hadapi berdua dengan penuh pengertian.
  1. Anakronisme

GB yang mengandung uraian atau pernyataan yang tidak sesuai dengan sejarah atau zaman tertentu.

  • Candi Borobudur dirancang oleh nenek moyang kita dengan menggunakan komputer.
  1. Kontradiksio in terminis

GB yang mengandung pertentangan atau pengecualian. Apa yang dikatakan, disangkal lagi oleh ucapan yang diucapkan kemudian.

  • Suasana sepi, hening sekali, tak ada seorang pun yang berbicara, hanya jam dinding yang terus kedengaran berdetak-detik.
  1. Okupasi

GB pertentangan yang mengandung bantahan dan penjelasan.

  • Udin sebenarnya anak yang cerdik, namun karena kemalasannya, maka dia mendapat nilai yang paling rendah.
  1. D. GAYA BAHASA SINDIRAN
  1. Ironi

GB sindiran yang ingin mengatan sesuatu dengan makna atau maksud yang berlawanan dari apa yang diucapkan. Ironi adalah gaya bahasa sindiran yang paling halus.

  • Siang benar kamu pulang. (siang benar maksudnya larut sekali)
  1. Sinisme

GB seperti ironi, tetapi lebih kasar.

  • Sunggu merdu suaramu, rasanya pecah anak telingaku mendengarnya.
  • Harum benar bau badanmu, tolong agak bergeser sedikit.
  1. Sarkasme

GB sindiran yang menggunakan kata-kata kasar. (sindiran lebih tajam dari irono dan sinisme). Gaya bahasa ini biasanya digunakan untuk menyatakan kemarahan.

  • Cih, muak aku melihat gayamu
  1. Antifrasis

GB ironi yang menggunakan kata atau ungkapan yang maknanya berlawanan.

  • Aduh, kamu sekarang kok rapi sekali sih? (Dalam kenyataannya orang tersebut berpenampilan berantakan)
  1. Inuendo

GB sindiran yang mempergunakan pernyataan yang mengecikan kenyataan sebenarnya.

  • Ia menjadi kaya raya lantaran mau sedikit korupsi.

Pengembangan Paragraf

PENGEMBANGAN PARAGRAF

 

Gagasan Utama

Gagasan utama bacaan adalah hal yang dibahas atau diungkapkan dalam bacaan. Gagasan diungkapkan dengan kata atau frase. Letak gagasan utama di awal paragraf (deduktif), di akhir (induktif), atau di awal dan di akhir (deduktif-induktif). Dalam paragraf berjenis narasi dan deskripsi gagasan utama dapat tersebar di seluruhkalimat.

Contoh 1:

Bacaan yang baik untuk anak berisi contoh yang baik-baik pula. Cara yang dapat dilakukan dengan menampilkan tokoh kartun, boneka, badut yang lucu, tetapi mengandung unsur pendidikan. Tokoh binatang yang cerdik pun dapat pula mewakili pesan moral. Misalnya, kancil menipu buaya atau sejenisnya. Tokoh orang bertubuh raksasa, tetapi sangat baik terhadap sesama.

Gagasan utama paragraf tersebut terdapat di awal paragraf (deduksi), yaitu bacaan yang baik untuk anak.

 

Contoh 2:

Sudah ada ide, tetapi sukar untuk dituangkan. Selalu dihadapkan dengan persoalan apa yang hendak ditulis? Seberapa panjang tulisan yang akan ditulis. Keringnya pengetahuan terhadap topik yang hendak dikembangkan. Demikianlah pengalaman seseorang pada awal belajar menulis.

Gagasan utama paragraf terdapat di akhir (induksi), yaitu pengalaman belajar menulis.

 

Kalimat Utama dan Kalimat Penjelas

Kalimat utama, ialah kalimat yang berisi masalah/ kesimpulan sebuah paragraf. Letaknya dapat di awal paragraf (deduksi), di akhir (induksi), atau di awal dan dinakhir (deduksi-induksi).

Kalimat penjelas, ialah kalimat yang berisi penjelasan terhadap hal yang dinyatakan dalam kalimat utama atau berisi hal-hal khusus.

contoh:

Banyak orang membaca sebuah bacaan dengan tujuan ingin mendapatkan informasi dari bacaan tersebut. Informasi yang ingin diperoleh mungkin sudah pernah didengar, tetapi ingin lebih meyakinkan lagi dengan membaca langsung. Membaca bacaan berisi informasi yang pernah dibaca sebelumnya dan ingin mengingat lagi informasi itu lebih baik. Apalagi membaca suatu bacaan yang berisi informasi baru, tentu akan dicermati dengan baik atau mungkin akan

mencatat informasi tersebut.

Kalimat yang tercetak miring dalam bacaan tersebut berupa kalimat utama dan kalimat-kalimat berikutnya merupakan kalimat penjelas.

 

Jenis Karangan

  1. eksposisi, ialah karangan yang berisi penjelasan-penjelasan atau paparan yang dapat memperluas pengetahuan pembaca.

Contoh:

Membaca intensif merupakan kegiatan membaca secara teliti atau membaca secara seksama bacaan berupa teks. Tujuan membaca dengan cara ini untuk mendapatkan pemahaman isi bacaan secara tepat dan rinci. Misalnya, mengetahui hal-hal yang diperlukan.

 

  1. argumentasi, ialah karangan yang berisi pendapat yang disertai Pembahasan logis dan diperkuat dengan fakta-fakta sehingga pendapat itu diterima kebenarannya.

contoh:

Air yang tergenang seperti di kaleng-kaleng bekas dan di selokan harus dibersihkan. Air yang tergenang itu tidak boleh dibiarkan karena akan menjadi sarang nyamuk. Nyamuk akan bertelur dan berkembang biak di genangan air tersebut.

 

  1. persuasi, ialah karangan yang berisi imbauan atau ajakan kepada orang-orang tertentu, kelompok, atau masyarakat tentang sesuatu. Agar hal yang disampaikan itu dapat mempengaruhi orang lain, harus pula disertai penjelasan dan fakta-fakta.

contoh:

Penggunaan pestisida dan pupuk kimia untuk tanaman dalam jangka waktu lama tidak lagi menyuburkan tanaman dan memberantas hama. Pestisida justru dapat mencemari lingkungan dan menjadikan tanah lebih keras sehingga perlu pengolahan dengan biaya yang tinggi. Oleh sebab itu, hindarilah penggunaan pestisida secara berlebihan.

 

  1. narasi, ialah karangan yang berisi cerita, ada pelaku, peristiwa, konflik, dan penyelesaiannya.

contoh:

Hafiz terkejut mendengar suara kemenakannya itu. Dengan segera ditariknya tali timba pengangkat tanah, tempat Abdullah bergantung. Ketika itu tampaklah oleh Hafiz mata air berbusa-busa naik ke atas dengan cepat, besar, dan jernih. . . .

 

  1. deskripsi, ialah karangan yang berisi pengalaman suatu yang dilihat, dirasa, didengar, dialami, dan sebagainya, sehingga membuat pembaca seolah-olah melihat merasa, mendengar, mengalami, dan sebagainya, apa yang digambarkan tersebut (memfungsikan pancaindra si pembaca).

contoh:

Malam itu indah sekali. Bintang-bintang di langit berkerlap-kerlip memancarkan cahaya. Udara dingin menusuk kulit. Sesekali terdengar suara jangkir mengusik sepinya malam.

Pendeskripsian tersebut mengaktifkan indra penglihatan/ mata, perasa/ peraba, dan pendengaran/ telinga.

 

Tanggapan Isi Bacaan

Setelah membaca sebuah bacaan, kita sering memberi komentar positif atau negatif terhadap isi bacaan tersebut. Pemberian komentar itu disebut dengan tanggapan terhadap isi bacaan. Tetapi, sebuah tanggapan haruslah logis.

Contoh:

Membaca pemahaman sangat penting dibandingkan dengan kemampuan berbahasa lainnya. Misalnya, kemampuan mendengar. Mendengarkan sesuatu sangat terbatas jangkauannya seperti waktu, tempat, dan sebagainya. Tetapi, dengan membaca pemahaman dapat dilakukan di mana dan kapan pun, serta dapat dilakukan sewaktuwaktu, serta dengan cepat dapat menangkap isi bacaan.

 

Tanggapan yang sesuai dan logis dengan isi bacaan tersebut adalah:

a. Memang diperlukan kemampuan membaca pemahaman untuk memahami dengan cepat isi bacaan, atau

b. Memang benar membaca pemahaman efektif dilakukan untuk memperolehinformasi dengan cepat.